Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui
pernah ikut campur dalam persoalan yang terjadi di Persatuan Sepak Bola
Seluruh Indonesia (PSSI).
Tiga kali SBY 'masuk' dalam
urusan sepak bola. Pertama, saat ada suara-suara menurunkan Ketua PSSI
Nurdin Halid. SBY menolak ide atau gerakan yang ingin menjatuhkan
Nurdin.
"Jangan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan norma organisasi. Kalau topiknya kongres sepak bola, mari kita
bicara bagaimana memajukan sepakbola di negeri kita," katanya dalam
jumpa pers di Istana, Senin (5/3/2012).
Yang kedua, ketika sebuah
pertandingan di Jakarta, ratusan ribu warga ingin menonton, harga tiket
malah dinaikkan. SBY meminta kenaikan harga tiket jangan naik.
"Saya katakan jangan begitu. Rakyat sedang semangat-semangatnya justru dinaikkan. Itu yang kedua saya ikut campur," imbuhnya.
Ketiga,
ketika Indonesia hampir mendapatkan sanksi dari FIFA (organisasi sepak
bola dunia) karena PSSI terus ribut. SBY meminta Menteri Pemuda dan
Olahraga untuk turun tangan.
"Jika sampai dilarang atau dibekukan, yang marah dan sedih rakyat kita. Tolonglah dilakukan pendekatan yang baik. Alhamdulillah, dengan cara-cara kita itu kita tidak jadi dapat sanksi dari FIFA," ucapnya.
SBY
menegaskan tidak bisa terus menerus ikut campur. Sebab, PSSI tunduk
pada statuta FIFA. Bahkan negara tidak boleh begitu saja melakukan
intervensi.
Meski telah berganti kepemimpinan, perselisihan masih
terjadi di PSSI. SBY mengimbau persoalan yang ada diselesaikan dengan
baik. Semangat rakyat yang begitu tinggi jangan dihadiahi dengan konflik
yang tidak ada habisnya.
Sebagaimana diberitakan, setelah Nurdin
Halid, PSSI dipimpin oleh Djohar Arifin. Bukannya makin kompak dan baik
malah sebaliknya. Anggota PSSI malah terpecah menjadi dua kubu.
Lebih
dari separuh anggota PSSI menolak keputusan Djohar yang tidak mengakui
Indonesia Super League (ISL), kompetisi sepak bola yang sudah bergulir
selama empat tahun terakhir dan sudah cukup mapan dalam struktur dan
penjenjangan.
Djohar kemudian menunjuk Indonesia Premier League (IPL), kompetisi sepak bola tandingan di jaman ISL.
Imbas
dualisme kompetisi ini kemudian sampai pada tim nasional (timnas).
Karena hanya IPL yang dianggap sah, maka pemain timnas hanya boleh
diambil dari IPL. Sangat disayangkan, padahal mayoritas pemain-pemain
langganan timnas seperti Cristian Gonzales, Firman Utina, Ahmad Bustomi
dan yang lain justru berlaga di ISL. Begitupula sejumlah talenta-talenta
baru seperti Titus Bonai, Egi Melgiansyah, Zulham Zamrun.
Penurunan
kualitas timnas pun terlihat jelas. Di Stadion Nasional Bahrain,
Indonesia digilas 0-10 oleh tuan rumah dalam laga terakhir kualifikasi
Piala Dunia 2014, Rabu (29/2/2012) malam. Kekalahan ini merupakan rekor
sepanjang sejarah. Lebih buruk daripada tragedi 3 September 1974, dimana
Indonesia kalah 0-9 dari Denmark di Kopenhagen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar